k. Mencari Sumbangan

Ceritakan kisah berikut pada anak-anak Anda.

Guru dan seorang asistennya pergi mengunjungi rumah seseorang yang sangat kaya. Mereka datang untuk minta sumbangan buat membantu seseorang yang sakit keras.

Tuan rumah menyambut tamunya dengan hangat dan mendengarkan dengan dengan penuh perhatian ketika sang Guru menceritakan perihal orang yang sedang sakit keras itu serta apa saja yang dibutuhkannya. “Kami meminta Anda,” kata Guru itu, “Dengan murah hati memberikan bantuan untuk menolong orang miskin itu karena saat ini dia sangat membutuhkannya.”

Tuan rumah bertanya: “Siapa orang sakit itu?”

Sambil menggelengkan kepala sang Guru berkata. “Anda tahu bahwa kami tidak bisa menyebutkan nama orang yang sedang membutuhkan bantuan kepada sapapun. Dalam kasus ini, sangat sulit bagi orang ini untuk mengakui bahwa dia memerlukan sumbangan.”

“Kalau saya menolong, saya harus tahu siapa orang yang perlu bantuan itu,” kata tuan rumah. “Saya berjanji bahwa saya tidak akan mengatakannya kepada siapapun. Saya berpikir akan memberikan uang lima juta rupiah, tetapi kalau Anda memberi tahu siapa orang itu, saya akan memberi sepuluh juta rupiah.”

Guru itu menjawab, “Maaf, saya tidak dapat menyebutkan nama orang itu.”

“Duapuluh juta rupiah,” kata tuan rumah. “Akan kuberikan duapuluh juta rupiah kalau Guru memberitahu nama orang itu. Saya rasa sekarang Guru pasti tidak akan menolaknya.”

“Tidak,” jawab Guru itu, “Aku tidak akan melanggar janjiku demi menghormati orang yang membutuhkan bantuan itu. Saya tidak akan menyebutkan nama orang itu, walau untuk uang duapuluh juta.”

“Kalau begitu tiga puluh juta,” kata tuan rumah. “Akan kuberikan tigapuluh juta rupiah untuk membantu orang itu kalau Guru mau memberitahu siapa orang itu.”

Sebelum Guru itu sempat menjawab, asistennya berbisik kepadanya, “ Guru, tigapuluh juta rupiah bisa melunasi semua biaya rumah sakit serta biaya-biaya lainnya. Kita tak boleh mengabaikan tawaran tuan rumah ini. Dia orang terhormat. Saya yakin dia akan merahasiakannya. Pikirkan saja betapa besar manfaat uang yang diberikannya.”

Sekali lagi Guru menggelengkan kepalanya, dan berjalan ke pintu, namun kemudian berbalik menghadap ke tuan rumah dan berkata, “Mestinya aku pergi sejak tadi. Kehormatan seseorang tidak dapat dibeli dengan uang. Aku tetap tidak akan menyebutkan nama orang itu, dan kalau itu merupakan satu-satunya cara agar Anda mau menolongnya, makau kami harus tetap berusaha tanpa bantuanmu. Masih banyak kunjungan yang harus ku lakukan, selamat siang.”

Tetapi belum sampai Guru itu meninggalkan rumah, tuan rumah memohon agar Guru itu mau berbicara secara pribadi dengannya di ruang sebelah. Saat setelah mereka hanya berdua, tuan rumah itu mulai menangis.

“Guru,” katanya, “Baru-baru ini, saya kehilangan seluruh uang saya. Saya tidak mampu membayar biaya rumah tangga, saya tak punya uang untuk membeli makanan. Saya ingin minta bantuan pada seseorang, tapi saya tidak mampu membayangkan bagaimana kalau seluruh penduduk kota sampai tahu bahwa saya membutuhkan sumbangan.”

“Sekarang aku paham,” kata Guru itu. “Kamu menguji aku untuk melihat apakah aku bisa dipercaya untuk menjaga rahasiamu. Sekarang, karena aku sudah tahu kebutuhanmu, aku akan minta sumbangan untukmu sama seperti untuk orang yang sakit tadi. Jangan khawatir. Rahasiamu aman bersamaku.”

Pertemuan pribadi itu selesai, Guru dan tuan rumah kembali ke ruang di mana sang asisten menunggu. Dalam suasana akrab, mereka berpisah, Guru dan asistennya meninggalkan rumah itu, dan pergi menuju rumah berikutnya.

“Ehmm,” tanya asistennya, “Berapa banyak yang diberikannya pada Guru?”

Guru itu tersenyum, kemudian dengan bercanda menggerakkan jarinya di depan asistennya. “Memalukan, kamu tahu hal semacam ini adalah rahasia.”

———-

Tinggalkan komentar